Bamsoet Rilis Tiga Buku, Ledakan Gagasan di Tengah Panggung Politik Nasional

Deloo.id, Jakarta – Di tengah riuhnya dinamika politik nasional, Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menunjukkan konsistensinya sebagai politisi pemikir.

 

Jumat malam (3/10/2025), ia meluncurkan tiga buku terbaru sekaligus di Parle Restaurant, Senayan Park, Jakarta sebuah momen yang berubah menjadi ajang refleksi intelektual lintas partai dan generasi.

 

Hadir dalam acara tersebut sejumlah tokoh nasional seperti Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat, Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai, Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Agung Laksono, Setya Novanto, serta pengusaha James Riady dan kalangan akademisi, jurnalis, serta organisasi masyarakat.

 

Bamsoet meluncurkan tiga buku monumental:

1. Amendemen ke-5 Konstitusi: Menata Ulang Sistem Ketatanegaraan

2. Politik, Pers, dan Jejak Langkah Kebangsaan: Catatan Personal dalam Arus Perubahan

3. Evaluasi Kritis Pemilihan Umum Langsung: Nomor Piro, Wani Piro – Revitalisasi Ketetapan MPR

 

Dengan tiga karya baru ini, total buku Bamsoet mencapai 37 judul, menjadikannya salah satu politisi paling produktif di ranah literasi kebangsaan.

 

“Buku adalah instrumen perjuangan gagasan. Menulis adalah cara membuka ruang dialog publik agar bangsa tidak kehilangan arah,” jelas Bamsoet, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia dan Kepala Badan Bela Negara FKPPI.

 

Dalam buku Amendemen ke-5 Konstitusi, Bamsoet menawarkan lima gagasan penting, termasuk pembentukan Mahkamah Etika Nasional, matra keempat Angkatan Siber (Cyber Force), serta penetapan PPHN oleh MPR sebagai peta jalan pembangunan nasional.

 

Buku kedua menyingkap perjalanan hidupnya dari wartawan hingga menjadi Ketua MPR, menyoroti dinamika pers dan politik dari era Orde Baru hingga demokrasi modern. Sedangkan buku ketiga merupakan kritik tajam terhadap sistem pemilu langsung yang dinilai sarat politik uang dan berbiaya tinggi.

 

“Pemimpin sejati tidak lahir dari isi tas, tetapi dari isi kepala dan isi hati,” tegas Bamsoet dalam pidato yang disambut tepuk tangan panjang.

 

Ia menutup dengan pesan reflektif: “Menulis adalah cara saya meninggalkan jejak abadi. Gagasan tak boleh berhenti, meski zaman terus berganti.”

 

Peluncuran ini menjadi bukti bahwa di tengah kerasnya politik praktis, masih ada ruang bagi perjuangan ide dan intelektualitas di tubuh kekuasaan (Rdn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *