Deloo.id, Jakarta – Polda Metro Jaya telah melayangkan surat pemanggilan terhadap tiga tokoh ternama Pakar Telematika Roy Suryo, Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar, dan akademisi Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa dalam kasus dugaan penyebaran tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kasus ini kini memasuki babak krusial dan menjadi sorotan publik nasional. Polda Metro Jaya memastikan proses hukum terkait dugaan tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terus bergulir.
Surat pemanggilan resmi telah dikirim kepada tiga tersangka yakni Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Dokter Tifa, untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis (13/11/2025).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Bhudi Hermanto membenarkan pemanggilan tersebut. Ia menyebut pihaknya masih menunggu kehadiran para tersangka sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
“Sejauh ini penyidik tetap menunggu sesuai jadwal undangan yang telah dikirimkan,” ucap Bhudi Hermanto yang disapa Bhudi, Kamis (13/11/2025).
Dari tiga tersangka, hanya Dokter Tifa yang hingga kini belum memberikan konfirmasi kehadiran. Meski begitu, Polda Metro Jaya optimistis seluruh pihak akan bersikap kooperatif.
Sementara itu, pengacara Roy Suryo, sekaligus anggota Tim Pembela Aktivis dan Ulama (TPUA), Ahmad Khozinudin, memastikan kliennya akan memenuhi panggilan penyidik.
“Roy Suryo dan yang lainnya sudah menerima surat panggilan. Kami akan hadir sebagai warga negara yang baik. Tidak ada rasa takut sedikit pun karena ini bagian dari prosedur hukum,” tegas Khozinudin.
Ia menegaskan, pihaknya akan menjadikan momen ini sebagai bentuk transparansi dan komitmen untuk mengikuti proses hukum yang berlaku.
Dua Klaster Tersangka, Dua Peran Berbeda
Polda Metro Jaya diketahui membagi dua klaster dalam penetapan tersangka kasus ini. Klaster pertama terdiri atas Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M. Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis, yang diduga terlibat dalam penghasutan untuk melakukan kekerasan terhadap penguasa umum.
Sementara klaster kedua mencakup Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma, yang diduga berperan dalam menghapus, menyembunyikan, atau memanipulasi dokumen elektronik milik orang lain.
Dalam proses penyidikan, Polda Metro Jaya telah memeriksa lebih dari 130 saksi dan 22 ahli dari berbagai bidang, termasuk Dewan Pers, KPI, Kemenkumham, akademisi digital forensik, ahli bahasa, serta sosiolog hukum.
Pasal Berlapis dan Ancaman Berat
Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis dari KUHP dan UU ITE, di antaranya Pasal 310 dan/atau 311 KUHP, Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU ITE, Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1) UU ITE, Pasal 27A jo Pasal 45 ayat (4) UU ITE, dan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU ITE.
Dengan ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara, kasus ini dipastikan akan menjadi salah satu perkara digital paling fenomenal di 2025. (RDN)












